Mengapa Kita Perlu mempelajari Ilmu Maqulat?
pengenalan terhadap hakikat alam semesta dapat mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa alam semesta ini diciptakan dan diatur oleh tuhan yang Mahakuasa. tapi soal bagaimana cara mengambarkan itu, para teolog serta filsuf dari berbagai lintas agama dan mazhab mengemukakan jawaban yang berbeda – beda.
pada tradisi teologi Islam klasik, salah satu argumen yang paling sering dikutip adalah argumen kebaruan (burhân al-Hudûts). Alam ini, kata para teolog, ada berasal ketiadaan (hâdits). dan segala sesuatu yang ada dari ketiadaan maka pastilah ada yang mengadakan (muhdits). Kesimpulannya, alam ini ada yang mengadakan. serta yang mengadakan itu ialah yang kuasa. Inilah rumusan sederhana dari argumen kebaruan itu.
Premis pertama menjelaskan bahwa alam ini ada dari ketiadaan. tapi apa buktinya? Apa bukti kalau alam ini ada dari ketiadaan? Kenapa beliau tidak ada dengan adanya tuhan saja? Jawaban para saintis tentu tidak sama dengan jawaban para teolog.
Baca Juga : Buku Syarah Safinatun Naja
Sains, dengan temuan-temuan empiriknya, sudah berakhir dengan kesimpulan bahwa alam ini mempunyai permulaan. Paling tak, teori big bang (pada bahasa Arab sering disebut dengan kata al-Infijâr al-‘Azhîm) artinya teori paling terkenal yang dicetuskan buat mendukung pandangan itu.
kemudian bagaimana jawaban dari para teolog Muslim? dari sini, buat menunjukan kebaruan alam, mereka memperkenalkan dua istilah penting, yang keduanya tak jarang kali kita jumpai dalam buku-buku teolog Islam klasik. 2 istilah yang dimaksud adalah jauhar (substance/subtansi) dan ‘aradh (accident/aksiden).
karena alam semesta beserta isinya hanya terdiri dua kategori itu saja. bila keduanya terbukti baru (pada arti ada dari ketiadaan/mempunyai permulaan), maka pastilah alam semesta ini bergantung di Dzat yang mengadakannya dari ketiadaan.
tetapi apa itu substansi? dan apa itu aksiden? 2 istilah inilah yg dikupas secara detail dan panjang lebar dalam Ilmu Maqulat (ilmu perihal kategori). kata maqûlât itu sendiri, dari sudut kebahasaan, adalah bentuk jamak dari istilah maqûl. Makna harfiah dari kata itu adalah “yg dikatakan”. Bentuk istilah kerjanya qâla-yaqûlu (berkata). kata tersebut pula bisa kita artikan sebagai sesuatu “yang dibawa” atau “yg diberlakukan” (mahmûl).
karena itu, istilah maqûlât seringkali juga disebut sebagai mahmûlat (predikat-predikat). dalam ilmu logika, mahmûl itu adalah istilah Arab untuk predikat. Predikat dinamai mahmûl karena dia merupakan sesuatu “yg dibawa” serta “diberlakukan” kepada subjek (maudhu’).
Jadi, dengan pengertian yang sederhana, kata maqûlât itu sendiri bisa kita artikan menjadi predikat-predikat. pada tahap selanjutnya, istilah maqûlât itu sering diartikan dengan kategori-kategori. dari sini kita bisa artikan bahwa Ilmu Maqulat itu ialah ilmu yg membahas perihal kategori-kategori yg diberlakukan kepada segala wujud yg ada pada alam semesta ini. Berapa jumlah kategori yg dibahas? pada filsafat Aristotelian, kategori itu berjumlah sepuluh.
dan dari sinilah timbul istilah maqûlât ‘asyrah/ten categories. Sepuluh kategori yg dimaksud ialah [1] substansi (jauhar/substance) [2] kuantitas (kamm/quantity) [3] kualitas (kaif/quality) [4] relasi (idhâfah/relation) [5] kebertempatan (ain/where) [6] keberwaktuan (matâ/when) [7] posisi (wadh’/position) [8] kepemilikan (milk/having) [9] aktivitas (fi’il/activity) [10] pasivitas (infi’âl/pasivity). Rincian masing-masing dari sepuluh istilah ini, berserta contoh-contohnya, mampu Anda baca dalam buku penulis.
sekarang kita kembali lagi 2 kata kunci yang penulis singgung di atas. Yakni substansi (jauhar) serta aksiden (‘aradh). Kategori yg dibahas pada ilmu ini berjumlah sepuluh, dengan rincian satu substansi dan sembilan aksiden. Kenapa wujud alam semesta ini hanya terbelah kedalam substansi serta aksiden? Segala sesuatu yg terdapat pada dunia ini, jikalau kita analisis wujudnya, hanya akan terbelah kedalam dua bagian:
Pertama, ada wujud yg bersifat inti. ke 2, ada wujud yg bersifat sampingan. ada wujud yg bertempat karena dirinya sendiri, serta ada wujud yg bertempat karena sesuatu yg lain. Segala sesuatu, kecuali tuhan, pastilah terdiri dari 2 aspek itu. Para teolog menyebut wujud yg pertama dengan kata jauhar (substansi). Sedangkan wujud yg ke 2 mereka sebut menggunakan kata ‘aradh (aksiden).
Jadi, yang dimaksud dengan substansi itu ialah sesuatu yg bertempat karena dirinya sendiri. Sedangkan aksiden ialah sesuatu yang bertempat sebab bertempatnya sesuatu yang lain. Laptop yang kini saya pakai buat menulis ini masuk kategori substansi. Kenapa? karena dia bertempat, serta kebertempatannya tidak bergantung pada sesuatu yg lain.
dia tidak bergantung pada mereknya, ukurannya, beratnya, waktu yang mengitarinya, tempat dia berada dan lain semacamnya. sebab itu dia masuk kategori substansi. sementara atribut-atribut sampingan yg menempel pada dirinya disebut menjadi aksiden.
waktu Anda mengatakan “laptop merupakan substansi”, itu artinya Anda memberlakukan makna dari substansi pada sesuatu (baca: individu) yang bernama laptop. dengan demikian, dalam kalimat tersebut, substansi sebagai mahmûl (predikat). dia adalah sesuatu yang dikatakan (maqûl) serta diberlakukan pada laptop. serta dari sinilah timbul istilah maqûlât (bentuk tunggalnya artinya maqûl).
kemudian, dalam kalimat yg lain, contohnya, Anda mengatakan bahwa “laptop itu bagus”. kata laptop, dalam kalimat tersebut, menjadi subjek. Sedangkan makna indah menjadi predikat, yg diberlakukan pada subjek. muncul pertanyaan, mengagumkan ini masuk kategori apa? Jawabannya, dia artinya aksiden.
Kenapa dikatakan aksiden? sebab dia bertempat, serta kebertempatannya bergantung pada sesuatu yang lain. tapi masuk kategori aksiden yg mana? karena dia adalah aksiden yg tidak mendapatkan pembagian, karena dirinya sendiri, maka dia masuk kategori kualitas (kaif/quality).
waktu Anda berkata bahwa “bagus itu merupakan kualitas“, maka di sana terdapat memberlakukan makna kualitas pada bagus. dengan demikian, kualitas menjadi maqûl/mahmûl (sesuatu yg dikatakan/sesuatu yang diberlakukan) pada bagus. dan dari sinilah ada kata maqûlât. pada logika, masing-masing dari substansi, kualitas, dan kategori-kategori lain yang penulis singgung di atas itu disebut menjadi jins (genus).
karena mereka merupakan makna-makna universal, yang diberlakukan kepada individu yg banyak, yg hakikatnya Berbeda – beda, serta mereka menjelaskan separuh dari hakikat sesuatu. Adakah genus lain di atas substansi? Adakah genus lain pada atas kualitas, kuantitas, relasi, serta genus-genus lainnya itu? tidak ada. Mereka ialah genus tertinggi. pada atas mereka tidak ada genus lagi. serta inilah genus yg oleh para logikawan sebut sebagai genus superior/summa genus (al-Ajnâs al-‘Ulyâ)
Jadi, pada dasarnya, Ilmu Maqulat ini adalah ilmu yang membahas perihal kategori-kategori (genus-genus superior/al-Ajnas al-‘Ulya) yg diberlakukan kepada segala sesuatu yg berwujud pada alam semesta ini. Mengapa ilmu ini penting untuk kita pelajari? buku penulis mengulas agak panjang tentang masalah itu. namun, intinya, ilmu ini mengajak kita untuk membaca alam semesta dari sudut pandang filosofis.
di samping melengkapi ilmu logika, ilmu ini juga berguna menjadi pengantar untuk memahami sejumlah perdebatan penting dalam khazanah ilmu kalam serta filsafat Islam. Apakah istilah-istilah yang dipelajari dalam ilmu ini hanya berguna buat membuktikan eksistensi tuhan saja?
Tentu saja tidak. terdapat banyak masalah teologis-filosofis yg bisa dituntaskan dengan mudah Bila kita bisa memahami ilmu ini menggunakan baik. Beberapa contohnya juga telah penulis dedahkan pada buku Ilmu Maqulat itu.
Alam ini dikatakan baru, sebab, misalnya, keadaannya tidak akan lepas dari diam dan gerak. tetapi apa itu gerak? dan apa itu diam? Jawabannya mampu Anda temukan pada ilmu ini. Beberapa orang kadang mengajukan pertanyaan tentang apa yg dilakukan tuhan sebelum membangun alam.
Secara filosofis, pertanyaan tadi ialah pertanyaan yang keliru . karena istilah “sebelum” serta “sesudah” artinya konsep yang meniscayakan adanya hubungan sesuatu dengan waktu.
tetapi apa itu waktu? Jawabannya juga bisa Anda temukan pada ilmu ini. pada filsafat naturalisme, terdapat satu pandangan yg menyebutkan bahwa alam semesta ini disebabkan oleh dirinya sendiri. karena dari munculnya alam itu ialah alam itu sendiri. Bukan sesuatu yg lain.
tapi mungkinkah itu terjadi? Uraian tentang susbtansi serta aksiden pula akan menemukan urgensinya manakala kita dihadapkan dengan pertanyaan semacam ini.
Beberapa kalangan dari umat Islam ada yg meyakini tuhan berada di atas langit. Atau, tuhan diyakini sebagai wujud yang menetap di atas ‘Arsy. Kaum Sunni menolak tegas pandangan itu. sebab pandangan tadi dapat berkonsekuensi pada kebertempatan tuhan. namun apa itu tempat? Ini juga konsep yg harus kita perjelas sebelum berakhir dengan kesimpulan itu. serta uraian tentang tempat itu juga dibahas dalam Ilmu Maqulat.
pada sejarah sekte-sekte Islam, kita mengenal grup mujassimah (kaum antropomorfis). Siapakah mereka? Mereka ialah orang-orang yang meyakini tuhan menjadi jism (corpus/jasad). Apakah keyakinan seperti itu tepat? mayoritas umat Islam akan berkata tidak.
tapi apa itu jism? kata tadi juga dibahas pada ilmu ini. serta persoalan-persoalan lain yang tidak mampu kita jelaskan satu persatu pada lembaran kertas yg pendek ini.
Jadi, kata substansi serta aksiden itu, dengan semua turunananya, tak hanya digunakan oleh para teolog buat membuktikan keberadaan tuhan saja, tapi keduanya juga ialah istilah penting yg bisa kita jumpai dalam sejumlah pembahasan ilmu kalam dan khazanah filsafat Islam.
dalam tradisi filsafat Islam klasik, misalnya, ditemukan pembahasan tentang akal (‘aql/intellect). Substansi yang pertama kali “memancar” asal tuhan itu, istilah para filsuf, artinya akal pertama, yg lalu disusul oleh logika-logika yg lain. tapi apa itu akal? Apa berbeda-bedanya akal menggunakan jiwa? 2 istilah itu juga dibahas pada ilmu ini.
Para filsuf peripatetik berpandangan bahwa alam semesta ini terdiri dari materi (mâddah) serta forma (shûrah). tapi apa itu materi? serta apa itu forma? Apakah materi yang mereka maksud sama dengan materi yang dibahas pada dunia sains? Ini jua dibahas pada Ilmu Maqulat. dan pada luar sana masih banyak diskusi-diskusi lain yg melibatkan pemahaman kita akan kategori-kategori di atas.
Lantas apa saja bagian dari substansi? dan apa saja kategori-kategori yg tergolong kedalam aksiden? Apa saja hukum-hukum yg berlaku bagi substansi? dan apa saja aturan-aturan yg berlaku bagi aksiden?
serta, pertanyaan yg tidak kalah penting adalah, apa saja perdebatan-perdebatan teologis-filosofis yang melibatkan kategori-kategori itu? Pertanyaan semacam ini, dan pertanyaan-pertanyaan serupa lainnya, mampu Anda temukan jawabannya dalam ilmu ini.